profil

Jumat, 31 Desember 2010

Bakal Kehidupan Ditemukan di Meteorit

KOMPAS.com — Asam amino yang selama ini disebut sebagai senyawa bakal kehidupan ditemukan di batu meteor (meteorit) yang jatuh di Sudan. Padahal, saat menembus atmosfer Bumi, meteor sudah terpanaskan dalam suhu ribuan derajat celsius. Temuan ini penting karena menunjukkan daya tahan senyawa tersebut terkait dengan pembentukan kehidupan di muka Bumi.

Asam amino sebetulnya sudah sering ditemukan di meteor yang kaya akan karbon. Namun, biasanya asam amino terbentuk dalam kondisi sejuk. Untuk pertama kalinya, para astronom NASA menemukan asam amino pada meteor yang sudah terpanaskan pada suhu 1.100 derajat celsius. "Suhu setinggi itu harusnya membunuh semua organik yang ada," kata Daniel Glavin, ahli astrobiologi dari Gooddard Space Flight Center, NASA.

Selama ini pembentukan asam amino di asteroid terjadi pada saat temperatur yang lebih sejuk. "Meteor ini menunjukkan ada cara lain yang melibatkan reaksi gas ketika asteroid yang sangat panas mulai mendingin," ujar Glavin. Temuan ini juga memberikan informasi tambahan bagi teori bahwa awal mula kehidupan di Bumi berasal dari asteroid.

Penemuan ini, menurut Glavin, merupakan hal yang penting karena mereka bisa mengetahui bahan-bahan kimia di luar angkasa yang berhubungan dengan asal mula Bumi. "Meteor bisa menyediakan asam amino pada awal Bumi terbentuk, juga pada planet-planet lain di dalam tata surya, termasuk Mars," jelas Glavin.

Meteorit yang ditemukan di Sudan berasal dari asteroid sebesar 4 meter yang masuk ke orbit Bumi pada tahun 2008.

Bukti Nyata Pemanasan Global

PARIS, KOMPAS.com - Para ilmuwan menegaskan, badai salju dan suhu dingin ekstrem yang melanda Eropa akhir-akhir ini adalah efek langsung dari pemanasan global. Anomali iklim tersebut masih mengakibatkan gangguan transportasi hingga Rabu (22/12/2010), pada saat jutaan warga Eropa bersiap mudik untuk merayakan Natal di kampung halaman.

Para peneliti dari Potsdam Institute for Climate Impact Research (Potsdam-Institut für Klimafolgenforschung/PIK) di Jerman mengatakan, musim dingin ekstrem yang terjadi berturut-turut di benua Eropa dalam 10 tahun belakangan ini adalah akibat mencairnya lapisan es di kawasan Artik, dekat Kutub Utara, akibat pemanasan global.

Hilangnya lapisan es membuat permukaan laut di Samudra Artik langsung terkena sinar matahari. Energi panas matahari, yang biasanya dipantulkan lagi ke luar angkasa oleh lapisan es berwarna putih, kini terserap oleh permukaan laut, membuat laut di kawasan kutub itu memanas dan mengubah pola aliran udara di atmosfer.

Dalam model komputer, yang dibuat PIK dan dimuat di Journal of Geophysical Research awal bulan ini, terlihat kenaikan suhu udara di lautan Artik tersebut menimbulkan sistem tekanan tinggi. Sistem tekanan tinggi inilah yang membawa udara dingin kutub ke daratan Eropa.

”Anomali ini bisa melipat tigakan probabilitas terjadinya musim dingin yang ekstrem di Eropa dan Asia utara,” ungkap Vladimir Petoukhov, fisikawan dan peneliti utama PIK.

Petoukhov menambahkan, efek aliran udara dingin dari kutub utara itu akan makin parah saat terjadi gangguan pada arus udara panas yang melintasi Samudra Atlantik dan perubahan aktivitas matahari.

Itulah yang terjadi saat ini. Para pakar cuaca mengatakan, saat ini arus udara hangat dari pantai timur AS (Gulf Stream) terhalang dan berbelok arah di tengah-tengah Atlantik.

Hal itu membuat aliran udara dingin dari Artik dan Eropa Timur tak terbendung masuk ke Eropa Barat. Saat arus dingin ini melintasi Laut Utara dan Laut Irlandia, uap air dari laut tersebut diubah menjadi salju dalam skala sangat besar dan menyebabkan badai salju parah di negara-negara Eropa Barat.

Mulai pulih

Otoritas penerbangan sipil Perancis, DGAC, Rabu, mengeluarkan peringatan, salju akan turun lagi di kawasan Paris pada Rabu sore dan kemungkinan akan terjadi pembatalan penerbangan lagi untuk jadwal penerbangan setelah pukul 17.00. Peringatan tersebut keluar saat kondisi penerbangan di Eropa baru mulai pulih setelah terpuruk dalam kekacauan total sejak akhir pekan lalu.

Bandara Frankfurt di Jerman baru membatalkan 70 dari total 1.300 penerbangan yang dijadwalkan Rabu. Jumlah ini menurun signifikan dibanding Selasa, saat 550 penerbangan dibatalkan.

Dua landasan pacu di Bandara Heathrow, London, Inggris, juga sudah dibuka sejak Selasa malam dan kini bandara tersibuk di Inggris tersebut sudah beroperasi 70 persen mendekati normal. ”Kami lega karena akan bisa menyingkirkan semua salju hari ini,” tutur juru bicara Bandara Heathrow.

Sekitar 1.000 orang terpaksa bermalam di Heathrow, dan 300 penumpang terdampar di Bandara Frankfurt, Selasa malam.

"Sangat menyedihkan, rasanya seperti berada di negara dunia ketiga," tutur seorang penumpang bernama Janice Phillips (29), yang terdampar di Heathrow dalam perjalanan pulang ke Minneapolis, AS.

Dua bandara utama di Paris, Charles de Gaulle dan Orly, dibuka 24 jam penuh untuk mengurai penumpukan penumpang akibat pembatalan dan penundaan selama berhari-hari. Maskapai Air France-KLM memperkirakan menderita kerugian hingga 35 juta euro (Rp 415,1 miliar) akibat gangguan cuaca bulan ini.

Sementara itu, suhu ekstrem terus melanda Eropa. Kota Holbaek, 65 kilometer sebelah barat Kopenhagen, Denmark, mencatat suhu minus 22,5 derajat celsius, Selasa malam. Ini adalah rekor suhu terendah di Denmark dalam 29 tahun terakhir.

Di Krasnoyarsk, Siberia, Rusia, suhu anjlok hingga 50 derajat celsius di bawah titik beku, menyebabkan sebuah bus mengalami kegagalan teknis dan bertabrakan, menewaskan delapan penumpangnya.

Cuaca dingin juga membuat harga minyak mentah dunia terus naik. Di pasar Asia, Rabu, harga minyak mentah Brent untuk pesanan bulan Februari naik 29 sen menjadi 93,49 dollar AS per barel, atau tertinggi dalam dua tahun terakhir.

Harga diperkirakan masih akan terus naik seiring cuaca dingin ekstrem yang diramalkan masih akan terjadi sampai akhir tahun.

Warga LA dievakuasi

Cuaca ekstrem juga terjadi di AS. Hujan deras, banjir, dan tanah longsor melanda negara bagian California. Curah hujan yang turun di pusat kota Los Angeles (LA) sepekan terakhir sudah mencapai sepertiga dari curah hujan tahunan di kota tersebut.

Pihak berwajib telah mengevakuasi 232 keluarga di kawasan La Canada Flintridge dan La Crescenta di pinggiran LA, yang terletak di dekat perbukitan yang sudah jenuh oleh air hujan dan dikhawatirkan longsor. Evakuasi juga dilakukan di San Diego.

Cuaca ekstrem yang melanda Eropa belum mengurangi minat warga Indonesia menghabiskan libur akhir tahun ke sana. Hasil pemantauan di sejumlah biro perjalanan di Jakarta, Rabu, belum ada rombongan yang membatalkan rencana kunjungan mereka ke Eropa.

"Beberapa pelanggan memang menanyakan kondisi di Eropa, tapi sejauh ini belum ada pembatalan," kata pegawai perjalanan luar negeri Bayu Buana Tour and Travel, Jonas Sinambela.

Manajer Hubungan Masyarakat dan Media Panorama Tours Anita Hartono menjelaskan, saat ini mereka melayani perjalanan wisata sedikitnya 300 WNI dalam 20 kelompok ke Eropa.

Salju Turun di Musim Panas

Wayne McQueen dan puterinya Jordan, 6 tahun, yang mengendara dari Bellingen ke Thredbo, Australia, Minggu (19/12) malam terkaget-kaget ketika bangun pagi dan menemukan salju ada di mana-mana. Australia saat ini seharunya sedang mengalami musim panas.

SYDNEY, KOMPAS.com Cuaca ekstrem terburuk dan langka terjadi di Australia hari Senin (20/12/2010). Salju tiba-tiba turun menutupi sebagian benua yang seharusnya sedang mengalami musim panas itu. Desember yang cerah dan panas diselimuti salju dan memberi suasana Natal yang putih seperti di Eropa.

Saat ini posisi matahari sedang berada di selatan garis khatulistiwa. Benua Australia seharusnya masih mengalami musim panas. Begitu pula pulau-pulau paling selatan di wilayah Indonesia yang letaknya berdekatan dengan Australia, seperti Timor, Sabu, Rote, dan Sumba.

Meski demikian, musim panas Desember ini di Australia telah ditingkahi oleh perubahan cuaca yang ekstrem dengan turunnya salju dan hujan teramat lebat. Salju turun lebat di pantai timur Negara Bagian New South Wales dan Victoria sehingga banyak resor wisata—seharusnya panas pada akhir tahun—justru ditimbuni salju setebal 10 sentimeter (cm).

Banyak warga bingung dan setengah tidak percaya melihat salju turun pada musim panas, sebuah perubahan cuaca yang tiba-tiba. Hujan salju pada Desember adalah peristiwa alam yang tak lazim. ”Ini putih, semuanya putih,” kata Michelle Lovius, General Manager Hotel Kosciuszko Chalet di Charlotte Pass.

Lovius mengatakan, hal pertama yang terjadi pada Senin pagi adalah semuanya hening dan damai setelah salju turun dengan lebatnya. Sejak awal Desember, wilayah pegunungan New South Wales sedang mengalami puncak mekarnya bunga-bunga liar. ”Kami berharap hal itu (cuaca dingin) tetap bertahan selama lima hari agar kami bisa merayakan Natal yang putih,” katanya.

Istilah Natal yang putih (White Christmas) dalam tradisi Kristen hanya dikenal di Eropa atau negara di Kutub Utara, bukan di selatan seperti di Australia. Pada Desember, termasuk pada setiap hari Natal, 25 Desember, salju turun dengan lebatnya di Eropa dan Kutub Utara. Hujan salju di musim panas di Australia adalah hal yang aneh, sebuah pergeseran cuaca yang ekstrem.

Lebih jauh ke selatan Negara Bagian Victoria, kondisinya juga parah. Maureen Gearon, juru bicara Victorian Snow Report, melaporkan, Gunung Hotham diselimuti salju setebal 10 cm dan Gunung Buller tertutup lebih dari 5 cm. ”Semuanya tertutup salju, sebuah akhir tahun yang indah. Warga memakai topi Santa Claus di kepala mereka dan berfoto di salju,” kata Gearon kepada kantor berita AAP Australia.

Anjloknya suhu udara juga terjadi di Sydney, yakni menjadi hanya 13 derajat celsius, dari sebelumnya di atas 23 derajat celsius. Di bagian barat kota malah suhu telah turun menjadi hanya 9,8 derajat celsius. Angin yang mengandung uap air bertiup dengan kecepatan 100 kilometer per jam menyapu garis pantai.

Kondisi yang kontras juga terjadi di pantai barat. Banjir terburuk dalam 50 tahun terakhir mengisolasi kota Carnarvon, sekitar 900 km di utara Perth. Helikopter polisi terpaksa dikerahkan untuk menyelamatkan 19 orang dari atap sebuah bar karena banjir meninggi.

Ahli cuaca pun tercengang menyaksikan turunnya salju dan cuaca dingin, perubahan cuaca yang drastis. ”Ini kejadian tidak biasa, sekalipun itu di New South Wales dan Victoria yang berdekatan dengan samudra selatan,” kata Ahli Klimatologi Biro Meteorologi, Grant Beard.

Eropa belum pulih Badai salju dan suhu udara membeku di bawah nol masih terus melanda Eropa. Kekacauan transportasi terjadi besar-besaran di seluruh moda transportasi, baik laut, udara, maupun darat, termasuk angkutan berbasis rel. Kondisi ini telah berujung pada kematian puluhan orang.

Di Polandia saja sebanyak 29 orang meninggal. Mereka tewas membeku pada tanggal 19 dan 20 Desember lalu di tengah temperatur dingin, yang bahkan mencapai 20 derajat celsius di bawah titik nol, yang terjadi di beberapa tempat.

Di Austria tiga orang tewas membeku saat mencoba pulang ke rumah mereka pada malam hari. Di Finlandia sedikitnya empat orang tewas dalam kecelakaan lalu lintas saat badai salju melanda. Badai salju ini juga melumpuhkan transportasi di hampir semua kota di Eropa. Layanan kereta api dan penerbangan dihentikan. Demikian seperti dilansir harian Telegraph, Senin.

Gurun di Mesir Pernah Jadi Danau

KOMPAS.comPara geolog memperkirakan bahwa salah satu wilayah gurun kering di Mesir pernah menjadi danau pada masa lalu. Analisa tentang hal tersebut dipublikasikan dalam jurnal Geology yang terbit Desember 2010 ini.

Wilayah danau yang diperkirakan pernah ada memiliki luas yang melebihi Danau Erie. Danau tersebut merentang hingga wilayah barat Sungai Nil, bahkan diperkirakan mencapai perbatasan Sudan.

Danau purba itu diperkirakan pertama kali terbentuk 250.000 tahun yang lalu. Setelah periode pembentukannya, danau mengalami perluasan dan penyusutan hingga akhirnya hilang sekitar 80.000 tahun yang lalu.

Ted Maxwell, geolog dari Smithsonian National Air and Space Museum di Washington, mengatakan, dengan mengetahui letak danau dan periode pembentukannya, kita dapat memperkirakan kondisi lingkungan saat manusia mulai bermigrasi ke luar Afrika.

"Anda akan menyadari bahwa tempat ini dipenuhi dengan danau yang begitu besar saat manusia-manusia ingin keluar dari Afrika," kata Maxwell. Dikatakan bahwa manusia bermigrasi ke luar Afrika sejak 200.000 tahun yang lalu.

Untuk menganalisis hal tersebut, para geolog menggunakan citra satelit yang diambil dalam periode 80-an hingga 90-an. Mereka mengatakan, butuh waktu lama untuk mengidentifikasi dan membuat analisis.

"Sangat mengejutkan ketika menyadari, 'hey, mungkin saja itu adalah wilayah danau'," cetus Maxwell.

Meski berbagai bukti topografi mendukung, bukti-bukti tersebut belum cukup untuk menentukan ada tidaknya danau tersebut dan bagaimana pembentukannya. Bukti yang mendukung di antaranya adalah adanya wilayah dataran rendah Tushka. Wilayah tersebut dikatakan cukup rendah sehigga air Sungai Nil bisa membanjirinya dan memacu terbentuknya danau.

Bukti lain adalah adanya fosil ikan yang ditemukan di wilayah gurun dan memiliki karakteristik sama dengan ikan di Sungai Nil. Adanya ikan tersebut menunjukkan adanya wilayah perairan yang berkaitan dengan Sungai Nil.

Sementara itu, salah satu bukti yang tidak didapatkan adalah garis pantai. Maxwell mengatakan, garis pantai danau tersebut mungkin telah hilang oleh pasir yang menutupi wilayah danau sekarang.

"Masalah lain adalah tidak adanya bukti sedimentasi di wilayah ini," kata Maxwell ketika diwawancara Discovery. Tak adanya sedimentasi membuat keberadaan danau superbesar tersebut sulit untuk dibuktikan.

Meski demikian, Christopher Hill dari Boise State University, ilmuwan lain yang tak terlibat dalam studi ini, justru yakin bahwa wilayah gurun tersebut pernah menjadi danau.

Masalah sumber air, menurut Hill, Nil bukan satu-satunya kemungkinan. "Tentang sumber air, kemungkinan lainnya adalah drainase dari dataran tinggi ke barat, sumber air tanah dari selatan, hujan lokal dan sumber potensial lainnya," katanya.

Hill mengatakan, "Sisa-sisa sedimen dari artefak arkeologis menunjukkan bahwa danau tersebut tercipta dari hujan lokal atau air tanah. Danau kemudian meluas hingga wilayahnya berhubungan dengan Sungai Nil.

Ikan Ini Bisa Berubah-ubah Ukuran

Kamis, 25 November 2010 | 08:58 WIB

KOMPAS.com — Hewan dan manusia bisa bertambah bobot dan lebih gemuk dan mengurus tergantung asupan makanan yang dikonsumsi. Namun, apa yang terpikir di kepala Anda saat ada hewan yang tubuhnya memendek dan memanjang sesuai dengan musim. Ada lho ikan yang seperti itu.

Fenomena langka itu menjadi topik peneliti dari Finlandia dan Norwegia yang hasil penelitiannya dipublikasikan dalam jurnal Functional Ecology. Ini merupakan peneliti dari dua negara tersebut, juga merupakan fenomena pengecilan tubuh pertama yang ditemukan pada ikan.

Para peneliti mengungkapkan, pengecilan itu terjadi saat musim dingin. Mereka mendeskripsikan, pengecilan atau penyusutan ukuran tubuh itu dipicu oleh sebuah kondisi yang dinamai over winter anorexia, saat di mana nafsu makan ikan tersebut menurun drastis kala musim dingin.

Untuk sampai pada kesimpulan tersebut, tim peneliti yang dipimpin Ari Huusko dari Finnish Game and Fisheries Research Institute di Paltamo melakukan percobaan dengan kelompok salmonid, seperti ikan salmon dan trout. Para peneliti tersebut membuat kolam eksperimen yang telah didesain sedemikian rupa sehingga memiliki kondisi seperti musim dingin di wilayah subtropis.

"Kami dihadapkan pada fakta yang tak terduga dan belum pernah didokumentasikan sebelumnya. Ikan benar-benar mengecil dalam kondisi musim dingin. Salmon muda menunjukkan pengecilan ukuran tubuh yang signifikan, sebesar 10 persen dari panjang tubuhnya," kata para peneliti dalam publikasinya.

Peneliti belum mengetahui secara pasti mekanisme biologis yang menyebabkan pengecilan tubuh itu. Namun, peneliti menduga bahwa hal tersebut berkaitan dengan berkurangnya cairan, seperti gel, yang terdapat di tulang belakang yang memicu pengecilan ukuran tubuh.

Kamis, 30 Desember 2010

Siapa Pencipta Pohon Natal Berlampu?

KOMPAS.com — Siapakah yang pertama kali menciptakan pohon natal berhiaskan lampu-lampu cantik? Dialah Edward Hibberd Johnson, rekan Thomas Alva Edison yang pernah bekerja di Edison Electric Light Company.

Johnson menciptakan pohon natal tersebut tepat 128 tahun lalu, tanggal 22 Desember 1882. Ia membuatnya dengan melilitkan 80 lampu bohlam berwarna merah, putih, dan biru yang telah dirangkai dengan kabel pada pohon cemara.

Hasil ciptaan Johnson pertama kali dipajang di rumahnya di kawasan Fifth Avenue, New York, Amerika Serikat. Surat kabar Detroit Post dan Tribune melaporkan hasil ciptaan tersebut. Dan, kini Johnson dikenal sebagai "Bapak Pohon Natal Berlampu"

Johnson lahir pada 4 Januari 1846 dan meninggal pada 9 September 1917. Ia adalah penemu dan rekan bisnis Thomas Alva Edison serta pernah terlibat dalam pengelolaan organisasi yang kini berkembang menjadi General Electric.

Perkembangan Pohon Natal

Sejak temuan Johnson, penggunaan pohon natal berlampu terus berkembang. Tahun 1895, Presiden AS Grover Cleveland mulai menggunakan lampu untuk menghias pohon natal yang diletakkannya di Gedung Putih.

Mendekati akhir 1800-an, General Electric menawarkan lampu bohlam kecil yang harus repot-repot dirangkai bersama hingga bisa digunakan. Saking repotnya, orang sampai harus menyewa wireman untuk merangkainya.

Tahun 1900, toko-toko besar di Amerika mulai memajang pohon natal berhiaskan lampu untuk menarik konsumen. Kalangan high end mulai menggelar pesta pohon natal yang berbiaya tinggi. Pohon natalnya saja berharga lebih kurang 2.000 dollar AS atau sekitar 19 juta rupiah.

Nah, pada tahun 1903, The American Eveready Co mengeluarkan edisi rangkaian lampu natal yang siap di-instal. Setiap lampu bohlam telah dilengkapi sekrup dan pohon natalnya pun dilengkapi stop kontak yang langsung bisa dicolok listrik.

Dari Lilin ke Listrik

Sebelum temuan Edward Johnson, orang sebenarnya telah menggunakan lilin untuk menerangi pohon natal. Lilin dilekatkan pada ujung pohon dengan pin atau wax. Penggunaannya sangat rawan kebakaran.

Adanya tragedi kebakaran akibat penggunaan lilin di pohon natal pada tahun 1917 membuat seorang remaja berusia 15 tahun bernama Albert Saddaca tergerak. Ia mengatakan kepada orang tuanya, lebih baik menggunakan lampu untuk hiasan natal.

Setelah menggunakannya, keluarga Saddaca pun memulai bisnis menjual rangkaian lampu natal. Tak begitu mulus awalnya sebab hanya terjual 100 unit setahun. Namun, setelah keluarga itu memodifikasinya dengan lampu warna, penjualan pun meningkat.

Masyarakat pun mulai marak menggunakan pohon natal berlampu. Jika sebelumnya masyarakat baru menyalakan pohon natal sehari sebelumnya karena takut kebakaran, kini masyarakat sudah mulai menyalakannya pada awal Desember.

Kini, pohon natal menjadi semakin megah. Memasuki bulan Desember, setiap mal berlomba menampilkan hiasan natal terbaik, termasuk di dalamnya pohon natal yang kadang berukuran raksasa.

Ramalan 2025: William Raja, Manusia ke Mars

Diramalkan, pada 2025 China akan menjadi negara adikuasa, menyingkirkan Amerika Serikat.

VIVAnews -- Tahun 2010 belum lagi berakhir, namun orang-orang Inggris sudah mengeluarkan ramalan fenomena apa yang terjadi 15 tahun mendatang.

Sebuah survei yang dilakukan MSN mengumpulkan prediksi 100.000 orang Inggris, pria dan wanita, tentang apa yang terjadi pada tahun 2025.

Hasilnya? Hampir separuh responden meramalkan di tahun itu, Pangeran William bakal menjadi raja, melewati ayahnya, Pangeran Charles. Meski satu dari enam responden memprediksi di pada 2025, sistem monarkhi di Inggris akan dihapus.

Jumlah yang lebih besar, yakni 60 persen yakin China akan menjadi negara adikuasa, menyingkirkan Amerika Serikat. Sementara sepertiga responden percaya pada 2025 Inggris akan menjadi empat negara dengan pemerintahan masing-masing.

Dalam hal politik dalam negeri, seperempat responden yakin akan ada partai baru yang memimpin pemerintahan Inggris, sementara dalam proporsi yang sama, memprediksi Partai Buruh akan kembali memegang kendali kekuasaan.

Dalam hal penjelajahan luar angkasa, empat persen orang Inggris optimistis manusia bisa membangun koloni permanen di Mars, sementara satu dari 10 responden membayangkan, akan ada koloni manusia di luar angkasa.

Dalam hal perkembangan teknologi, lebih dari separuh responden memprediksi orang-orang di tahun 2025 akan menonton siaran televisi favorit dari TV yang menyambung ke internet.

Lalu, dua per tiga responden mengatakan, 15 tahun mendatang, operasi plastik akan jadi hal yang biasa. Sementara, satu dari enam responden yakin masyarakat mendatang akan mencari tahu soal kesehatan atau apa yang terjadi pada tubuh mereka ke perangkat app atau gadget daripada mengandalkan dokter.

Ini Mobil Matik Pertama di Dunia

Walau baru merebak belakangan ini, mobil matik sebenarnya sudah diciptakan 100 tahun lalu.

VIVAnews - Walau baru merebak belakangan ini, mobil matik sebenarnya sudah diciptakan lebih dari 100 tahun lalu. Adalah Sturtevant bersaudara yang membuat proyek ini pada 1904.

Sturtevant membangun Horseless Carriage, dengan transmisi otomatis dua percepatan yang mampu berpindah sendiri. Ini kemudian menjadi nenek moyangnya mobil matik di dunia.

Cara kerjanya sederhana. Ketika putaran mesin meningkat, gaya sentrifugal dari flywheel akan mendorong mekanisme transmisi masuk ke gigi lebih tinggi. Kemudian ketika putaran mesin merendah, mekanisme pegas akan mengembalikan gigi ke posisi rendah. Pada zaman itu, penemuan transmisi otomatis ini sangat spektakuler namun kurang dihargai.

Namun siapa sangka, dari penemuan sederhana ini transmisi otomatis mengalami kemajuan sangat pesat. Melalui komputer canggih, transmisi otomatis sudah mampu mengalahkan kemampuan manusia dalam akurasi perpindahan gigi.

Beberapa tahun kemudian, salah satunya Ford yang mengembangkan penemuan ini dengan memproduksi Ford Model T. Mobil yang sangat populer saat itu memakai 2-Speed.

Kelemahan transmisi matik kala itu mobil tak bisa berhenti saat gigi dalam posisi maju. Harus netral. Saat start, mobil juga langsung melompat.

Baru pada 1930 Chrysler mengembangkan sistem kopling fluida untuk menjawab masalah ini. Sistem fluida di transmisi membuat mobil bergerak lebih halus, terutama saat setelah berhenti.

Teknologi ini terus berkembang. Pada 1940, Cadillac dan Oldsmobile mengembangkan teknologi Dinamai Hydra-Matic. Ini merupakan pertama kalinya transmisi matik menggunakan fluida yang gigi-gigi digerakkan secara hidroik.

Dengan mengusung empat tingkat percepatan, pabrikan mobil Amerika Serikat, GM, menjual teknologi ini ke Eropa, seperti Bentley dan Rolls-Royce. (Detroit News, Autoevolution, dan berbagai sumber)

Orang Tua Lesbian, Anak Lebih Pintar

VIVAnews - Saat bank sperma di Amerika Serikat mulai menerima klien lesbian di pertengahan tahun 1980-an, langkah itu langsung menuai gelombang kritik. Disebutkan, orang tua dengan jenis kelamin sama akan merusak kesehatan psikologi anak yang bersangkutan.

Setelah melalui penelitian yang terus berlanjut selama 25 tahun terakhir, hasilnya mengatakan hal yang berbeda.

Pada laporan yang dimuat jurnal Pediatrics, anak-anak dari sepasang orang tua lesbian mengalami perkembangan sosial, emosional, dan psikologis yang sehat.

Seperti dikutip dari Hindustan Times, 20 Desember 2010, kesimpulan itu merupakan hasil penelitian yang dipimpin oleh Nanette Gartrell, psikiater dari University of California, San Francisco. Gartrell mengamati pertumbuhan 78 anak yang didapat dari inseminasi buatan dan lahir serta diasuh oleh lesbian.

Dimulai pada tahun 1986, Gartrell mewawancarai para wanita di San Francisco, Boston, dan Washington DC selama kehamilan dan kemudian mewawancarai kembali saat anak mereka berusia 2, 5, 10, dan 17 tahun.

Gartrell juga menggunakan kuesioner klinis untuk menentukan perilaku.

Ternyata, saat anak berusia 17 tahun, umumnya anak-anak itu memiliki nilai rata-rata akademis yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak yang diasuh oleh orang tua normal. Dari sisi perilaku agresif dan masalah sosial, anak-anak ini juga lebih baik.

“Penelitian ini terus dilanjutkan untuk menanggapi tuduhan yang tidak didasarkan oleh sains seputar pernikahan dari sesama jenis ataupun adopsi,” kata Gartrell.

Gartrell mengakui, masih banyak penelitian yang harus dilakukan. Misalnya, penelitian itu baru berdasarkan pasangan sesama jenis yang dahulu masih belum bisa diterima luas di masyarakat. Juga belum merefleksikan beragamnya kondisi pasangan lesbian yang membesarkan anak seperti pada saat ini.

HTR2B, Gen Pemicu Amarah

VIVAnews - Sebuah gen 'merah' yang bertanggung jawab di balik kemarahan, tindakan kekerasan dan agresivitas seseorang telah diidentifikasi para ahli. Alkohol mempengaruhi terjadinya mutasi gen di otak penyebab perilaku impulsif.

Para peneliti mengurai DNA dari sejumlah responden impulsif dan membandingkannya dengan orang non-impulsif. Dari situ ditemukan sebuah gen DNA tunggal yang dikenal dengan HTR2B. Gen inilah yang menyebabkan perilaku yang sangat impulsif.

Gen mempengaruhi produksi serotonin di otak yang berefek pada banyak perilaku, termasuk impulsif.

"Kami menemukan bahwa varian genetik saja tidak cukup untuk menyebabkan orang untuk bertindak impulsif," kata Dr David Goldman dari National Institute Maryland.

Dari temuannya, varian gen berada di belakang kejahatan impulsif manusia akibat pengaruh alkohol. Bekerja sama dengan para peneliti Finlandia dan Prancis, Dr Goldman dan rekannya mempelajari contoh pelaku pidana kekerasan di Finlandia.

Ciri kejahatan kekerasan yang dilakukan oleh individu dalam sampel penelitian adalah mereka melakukan dengan spontan dan tak terencana. Mereka menemukan hubungan bahwa pria adalah pembawa gen HTR2B.

Dan studi terhadap tikus membuktikan saat gen ini diblokir, tikus akan menjadi lebih agresif dan impulsif.

"Impulsif merupakan faktor dalam perilaku patologis, termasuk bunuh diri, agresi, dan kecanduan. Namun sifat ini berguna saat mengambil keputusan cepat dengan risiko di dalamnya," kata Dr Goldman seperti dimuat dalam Telegraph.

Jumlah Planet di Tata Surya Akan Berkurang

Merkurius, kini jadi planet terkecil yang ada di tata surya.

Selasa, 28 Desember 2010, 15:38 WIB

VIVAnews - Tahun 2006 lalu, International Astronomical Union (IAU) mendegradasi Pluto dari planet menjadi sebuah planet kerdil (dwarf planet). Alasannya, dari sisi ukuran, Pluto tidak memenuhi syarat sebagai untuk disebut sebagai sebuah planet.

Saat ini sistem tata surya tinggal memiliki delapan planet yang mengelilingi Matahari. Akan tetapi, dari bukti-bukti baru yang ditemukan, ke depannya bisa jadi tata surya hanya akan terdiri dari 7 buah planet saja.

Dari sisi ukuran, Merkurius memang dua kali lebih besar dibanding Pluto. Namun ternyata, Merkurius, yang kini menjadi planet terkecil yang ada di tata surya itu juga semakin menciut.

Peneliti memperkirakan, Merkurius memang tidak akan jadi sekecil mantan planet kesembilan milik tata surya. Akan tetapi jika ukurannya terus mengecil, IAU tentu akan mendegradasi status planet itu.

Penyebab menciutnya ukuran Merkurius adalah karena inti planet itu yang terdiri dari zat besi cair terus mendingin dan memadat sehingga menciutkan ukuran planet itu dari dalam. Menurut peneliti, pergerakan ini sudah berlangsung sejak miliaran tahun yang lalu.

Penciutan Merkurius juga terlihat dari foto-foto milik satelit Messenger milik NASA yang menggambarkan terjadi lipatan di kerak planet itu. Dari foto juga terungkap bahwa dulu, Merkurius punya banyak gunung berapi yang meletus. Adapun yang mematikan gunung itu adalah karena inti planet semakin dingin.

“Merkurius menunjukkan pada kita berapa besar pengaruh pendinginan inti planet terhadap evolusi yang terjadi di permukaan,” kata Sean Solomon, peneliti dari Carnegie Institution for Science, di Washington, seperti dikutip dari LA Times, 28 Desember 2010.

Sama seperti Mars dan Bulan, Merkurius sangat berapi saat ia lahir. Namun planet itu kehilangan panasnya sejalan dengan pertumbuhannya selama sekitar 4,5 miliar tahun terakhir yang menghentikan aktivitas vulkanik di sana.

Sebagai informasi, planet Bumi juga mengalami pendinginan dengan cara yang serupa. Dan dalam waktu beberapa miliar tahun mendatang, Bumi juga akan terlalu dingin untuk gunung berapi. Setelah inti bumi semakin dingin, gunung-gunung berapi di Bumi akan berhenti meletus.

Desa Ini Diyakini Sarang Alien & Bebas Kiamat

Walikota frustasi dan minta bantuan militer. Jika perlu tentara datang pada Desember 2012.

Kamis, 23 Desember 2010, 06:20 WIB

Elin Yunita Kristanti

VIVAnews - Seorang walikota di Prancis frustasi dan meminta bantuan militer untuk mengusir para pemburu UFO yang terus berdatangan ke wilayahnya.

Tak hanya itu, ia juga kesal menghadapi arus kedatangan orang-orang yang meyakini wilayah itu satu dari sedikit wilayah di Bumi yang akan selamat dari kiamat.

Picturesque Bugarach berada di wilayah Aude di selatan Prancis. Sebuah desa kecil yang damai yang hanya dihuni 189 orang.

Namun, dalam beberapa bulan terakhir, ketenangan para penduduknya terusik pendatang yang yakin kaki gunung Pic de Bugarach, yang tingginya 4.000 kaki, adalah sarang alien.

Desas-desus beredar bahwa alien menetap di sebuah lokasi di bawah gunung, menunggu saat berakhirnya dunia, dan menyelamatkan beberapa orang yang beruntung. Ada juga yang menganggap gunung itu keramat dan akan terhindar dari kehancuran pada 21 Desember 2012, akhir penanggalan Bangsa Maya.

"Jika tiba-tiba 10.000 orang datang besok, penduduk desa yang kurang dari 200 orang bakal kewalahan," kata Jean-Pierre Delord seperti dimuat Daily Mail, Rabu 22 Desember 2010.

"Aku telah memberitahu pihak berwenang dan kami ingin tentara berada menanganinya. Jika perlu, militer datang ke sini pada Desember 2012."

Menurut dia, kecemasan penduduk bertambah saat mengetahui sebuah situs di Amerika Serikat menjual tiket menuju Bugarach. "Mereka melakukan bisnis, mengorganisasi orang untuk wisata religi, berdoa, dan meditasi di sini," kata dia.

Diceritakan Delord, orang-orang mulai datang ke wilayahnya saat seorang penduduk lokal melaporkan penampakan UFO. "Dia mengaku melihat alien dan mendengar dengung pesawat mereka di bawah gunung."

Rumor tersebut diperkuat dugaan bahwa peramal Prancis, Nostradamus pernah tinggal di wilayah itu pada abad ke-16. Juga isu penemuan galian misterius Nazi di sana.

Tak hanya sekadar datang, sejumlah orang yang percaya keajaiban desa itu bahkan membeli properti di kaki gunung tersebut. Kursus soal UFO juga mulai ditawarkan di sana.

Valerie Austin, yang pindah dari Newcastle 22 tahun lalu mengatakan, Bugarach adalah daerah yang indah dan tenang. "Sekarang, Anda bisa menjumpai orang sedang berdoa dan bermeditasi di mana pun."

Bintik Saturnus Ternyata Badai Raksasa

Great White Spot merupakan fenomena serupa seperti Great Red Spot di planet Jupiter.

Kamis, 30 Desember 2010, 00:56 WIB

Muhammad Firman

Bintik di planet Saturnus yang ternyata merupakan badai raksasa

VIVAnews - Saat planet Bumi berkali-kali mengalami serangan badai dahsyat, Saturnus ternyata sering mengalami badai yang berkali-kali lipat lebih mengerikan. Misalnya pemunculan Great White Spot, sebuah bintik yang kerap terlihat di Saturnus.

Dari pemantauan yang dilakukan oleh satelit Cassini pada Saturnus, ternyata, Great White Spot merupakan badai berukuran raksasa, berukuran hingga mencapai ribuan kilometer, yang melintas di kawasan selatan planet tersebut.

Great White Spot merupakan fenomena serupa seperti Great Red Spot yang terjadi di planet Jupiter.

Di Saturnus, badai raksasa itu hadir setiap sekitar 28,5 tahun sekali. Sebelumnya, badai ini pernah hadir tahun 1876, 1903, 1933, 1960, dan 1990. Artinya, badai berikutnya diperkirakan baru akan hadir di tahun 2018 mendatang.

Meski begitu, ada juga badai yang kadang muncul di luar siklus rutin badai, misalnya di tahun 1994 dan 2006 lalu. Seperti dikutip dari MSN, 29 Desember 2010, pada malam Natal lalu, Cassini kembali menemukan munculnya badai di Saturnus.

“Badai seperti ini diperkirakan muncul akibat ketidakstabilan suhu yang melontarkan berton-ton material dari atmosfir bawah planet ke bagian atas atmosfir,” kata Carolyn Porco, peneliti dari Space Science Institute. “Saat badai ini bersinggungan dengan siklus badai rutin yang setiap 28 tahun, ia menjadi sangat raksasa hingga dapat mengitari seluruh planet,” ucapnya.

Seperti saat ini, Porco menyebutkan, kamera pada Cassini berhasil menangkap badai raksasa yang hadir di kawasan utara Saturnus. “Secara teknis, kami belum mengetahui apakah badai ini akan berkembang menjadi Great White Spot,” ucap Porco.

“Namun, meski tidak mendapat reputasi ‘great’ badai yang terjadi di Saturnus ini lusinan kali lipat lebih besar dibanding badai dahsyat yang hadir di Bumi,” ucapnya.

Peneliti Temukan Hewan Hidup Tanpa Oksigen

VIVAnews - Sekelompok peneliti laut dalam asal Italia dan Denmark menemukan hewan multiseluler yang melangsungkan seluruh hidupnya tanpa menghirup oksigen.

Kelompok peneliti itu menemukan tiga spesies Loricifera (hewan serupa ubur-ubur berukuran panjang kurang dari satu milimeter) di endapan cekungan L’Atalante, sebuah kawasan perairan asin tak beroksigen di kedalaman 3000 meter, dasar laut Mediterrania, atau laut tengah.

Ketika Antonio Pusceddu, peneliti dari Marche Polytechnic University, Italia, dan rekan-rekannya menemukan Loricifera tersebut, mereka memperkirakan bahwa hewan itu jatuh ke dasar laut setelah hewan itu mati.

“Kami kira sangatlah tidak mungkin mereka bisa hidup di sana,” kata Pusceddu, seperti dikutip dari Discovermagazine, 27 Desember 2010. Akan tetapi, dari uji coba yang dilakukan pada dua ekspedisi berikutnya, diketahui bahwa hewan yang ditemukan itu masih hidup.

Pusceddu menyebutkan, Loricifera memiliki cara adaptasi yang unik terhadap lingkungan bebas oksigen.

Hewan ini tidak memiliki mitochondria (sel yang mampu mengonversi oksigen menjadi energi seperti yang ada di seluruh sel hewan lainnya). Akan tetapi mereka menggunakan struktur yang menyerupai hydrogenosom, organ yang menggunakan mikroba untuk menghasilkan energi.

Yang menarik, temuan ini membuka kemungkinan adanya kehidupan hewan yang lebih kompleks di lingkungan keras bebas oksigen lainnya. Baik di Bumi ataupun di tempat-tempat lain. (hs)

Ikan Lele Bermutasi Jadi Pemangsa Manusia

Seekor goonch berukuran 1,8 meter dan berat 75,5 kilogram berhasil ditangkap.

Rabu, 29 Desember 2010, 11:54 WIB

VIVAnews - Sejak tahun 1998 hingga 2007, tiga orang lenyap tenggelam mendadak di Great Kali River, sungai yang melintang di perbatasan antara Nepal dan India utara. Hal ini sangat aneh karena kawasan itu bukanlah habitat buaya dan predator air lain.

Terakhir, dari saksi mata yang melihat kejadian, seorang anak terlihat diseret ke dalam air oleh sesuatu yang tampak seperti babi berukuran panjang. Setelah itu, korban tidak pernah terlihat lagi, hidup atau mati. Demikian pula sisa-sisa tubuh ataupun pakaiannya.

Kasus-kasus itu memicu Jeremy Wade, biolog asal Inggris untuk mengamati apa yang ada di dalam sungai tersebut. Pasalnya, serangan hanya terjadi di kawasan tertentu, sepanjang sekitar 6 sampai 8 kilometer. Kawasan itu, menurut keterangan penduduk, merupakan kawasan di mana mereka biasa melarungkan jasad saudara-saudara mereka yang telah meninggal setelah dibakar.

Setelah meneliti menggunakan alat pengukur kedalaman, ia memastikan tidak ada lubang ditemukan, artinya serangan tidak diakibatkan oleh turbulensi yang terjadi di air.

Benar saja, tak lama setelah itu, dari jarak sekitar 1 kilometer dari serangan terakhir, seekor kerbau yang sedang minum di sungai yang hanya memiliki kedalaman 1 meter diserang dan diseret oleh sesuatu dari dalam air.

“Apapun yang mampu menyeret kerbau sebesar itu pasti memiliki ukuran dan bobot seberat 90 sampai 140 kilogram,” ucap Wade, seperti dikutip dari Discovery, 29 Desember 2010.

Dalam penelitian bawah air, Wade menemukan goonch catfish, serupa ikan lele yang memiliki panjang satu meter. Namun ikan itu gagal ditangkap. Penelitian lebih lanjut, diketahui bahwa terdapat beberapa kelompok goonch dan enam di antaranya berukuran sebesar manusia.

Setelah gagal menangkap ikan itu dengan alat pemancing, Wade coba memancing pemunculan ikan itu menggunakan seonggok kayu bakar dan disusun seolah-olah merupakan bekas kremasi jasad orang meninggal. Ternyata sukses.

Seekor goonch berukuran panjang 1,8 meter dan berbobot 75,5 kilogram, atau 3 kali lebih berat dibanding goonch lainnya berhasil ditangkap. Ikan ini diperkirakan cukup besar dan kuat untuk memakan seorang anak kecil, namun tak cukup besar untuk menyeret dan menyantap seekor kerbau.

Dari keterangan penduduk, Wade menyimpulkan bahwa ‘ikan lele’ itu telah bermutasi menjadi berselera terhadap daging manusia. Ikan juga tumbuh menjadi raksasa setelah terus mengonsumsi daging setengah matang sisa-sisa jasad manusia yang dilarungkan dan tenggelam di dasar sungai.

Selasa, 28 Desember 2010

history gucci-tgs bhs inggris

The House of Gucci, better known simply as Gucci (Italian pronunciation: [ˈɡuttʃi]), is an Italian fashion and leather goods label, part of the Gucci Group, which is owned by French company Pinault-Printemps-Redoute (PPR)[citation needed]. Gucci was founded by Guccio Gucci in Florence in 1921.

Gucci generated circa 2.2 billion worldwide of revenue in 2008 according to BusinessWeek magazine and climbed to 41st position in the magazine's annual 2009 "Top Global 100 Brands" chart created by Interbrand. Gucci is also the biggest-selling Italian brand. Gucci operates about 278 directly operated stores worldwide (as of September 2009) and it wholesales its products through franchisees and upscale department stores.

History

Gucci was founded in 1921 by Guccio Gucci. In 1938, Gucci expanded and a boutique was opened in Rome. Guccio was responsible for designing many of the company's products. In 1947, Gucci introduced the Bamboosuede moccasin with a metal horsebit. handle handbag, which is still a company mainstay. During the 1950s, Gucci also developed the trademark striped webbing, which was derived from the saddle girth, and the

His wife Aida Calvelli had a large family, though only the sons—Vasco, Aldo, Ugo, and Rodolfo—would play a role in leading the company. After Guccio's death in 1953, Aldo helped lead the company to a position of International prominence, opening the company’s first boutique in New York. Rodolfo initially tried to start an acting career as a matinee idol but soon returned to help direct the company. Even in Gucci’s fledgling years, the family was notorious for its ferocious infighting[citation needed]. Disputes regarding inheritances, stock holdings, and day-to-day operations of the stores often divided the family and led to alliances. Gucci expanded overseas, board meetings about the company’s future often ended with tempers flaring and luggage and purses flying[citation needed]. Gucci targeted the Far East for further expansion in the late 1960s, opening stores in Hong Kong and Tokyo. At that time, the company also developed its famous GG logo (Guccio Gucci's initials), the Flora silk scarf (worn prominently by Hollywood actress Grace Kelly), and the Jackie O shoulder bag, made famous by Jackie Kennedy[citation needed], the wife of U.S. President John F. Kennedy.

Gucci remained one of the premier luxury goods establishments until the late 1970s[citation needed], when a series of disastrous business decisions and family quarrels brought the company to the verge of bankruptcy[citation needed]. At the time, brothers Aldo and Rodolfo controlled equal 50% shares of the company, though Rodolfo contributed less to the company than Aldo and his sons did[citation needed]. At this time Aldo initiate his grandson Uberto Gucci to join the family company , where in the 1984, takes the leads as VicePresident in the GUCCI PARFUMES BRANCH. In 1979, Aldo developed the Gucci Accessories Collection, or GAC[citation needed], intended to bolster the sales for the Gucci Perfumes sector, which his sons controlled. GAC consisted of small accessories, such as cosmetic bags, lighters, and pens, which were priced at considerably lower points than the other items in the company’s accessories catalog. Aldo relegated control of Perfumes to his son Roberto in an effort to weaken Rodolfo’s control of the overall operations of the company[citation needed].

Though the Gucci Accessories Collection was well received, it proved to be the force that brought the Gucci dynasty crashing down. Within a few years, the Perfumes division began outselling the Accessories division. The newly-founded wholesaling business had brought the once-exclusive brand to over a thousand stores in the United States alone with the GAC line, deteriorating the brand’s standing with fashionable customers. "In the 1960s and 1970s," writes Vanity Fair editor Graydon Carter, "Gucci had been at the pinnacle of chic, thanks to icons such as Audrey Hepburn, Grace Kelly, and Jacqueline Onassis. But by the 1980s, Gucci had lost its appeal, becoming a tacky airport brand."[citation needed]

Soon, cheap knockoffs of Gucci wares had appeared on the market, further tarnishing the Gucci name. Meanwhile, infighting was taking its toll on the operations of the company back in Italy: Rodolfo and Aldo squabbled over the Perfumes division[citation needed], of which Rodolfo controlled a meager 20% stake. Meanwhile, when Paolo Gucci, Aldo's son, proposed a cheaper version of the brand called 'Gucci Plus' in 1983 he fell out with the family. There was a boardroom quarrel that ended in a fistfight[citation needed], and Paolo was reportedly knocked senseless by a telephone answering machine in the hand of one of his brothers. In return he reported his own father for tax evasion to the United States revenue, and Aldo was convicted and imprisoned on the testimony of his own son.[citation needed] By now, the outrageous headlines of gossip magazines generated as much publicity for Gucci as its designs.[citation needed]

Rodolfo’s death in 1983 caused a major shakeup in the company when he left his 50% stake in Gucci to his son, Maurizio Gucci. Maurizio allied with Aldo’s son Paolo to gain control of the Board of Directors and established the Gucci Licensing division in the Netherlands for this purpose. Following the decision, the rest of the family left the company except for Aldo Grandson Uberto that was the only young Gucci generation involved in the family business. Maurizio sought to bury the fighting that had torn the company and his family apart and turned to talent outside of the company for Gucci’s future.[citation needed]

Corporate

A turnaround of the company devised in the late 1980s made Gucci one of the world's most influential fashion houses[citation needed] and a highly profitable business operation[citation needed]. In October 1995 Gucci went public and had its first initial public offering on the AMEX and NYSE for $22 per share. November 1997 also proved to be a successful year as Gucci acquired a watch licensee, Severin-Montres, and renamed it Gucci Timepieces. The firm was named "European Company of the Year 1998" by the European Business Press Federation for its economic and financial performance, strategic vision as well as management quality. Gucci world offices and headquarters are in Florence, Milan, Paris, London, Hong Kong, Japan and New York. PPR headquarters are in Paris.

New management



Gucci clutch designed under creative direction of Tom Ford

In 1989, Maurizio managed to persuade Dawn Mello, whose revival of New York's Bergdorf Goodman in the 1970s made her a star in the retail business, to join the newly formed Gucci Group as Executive Vice President and Creative Director Worldwide. At the helm of Gucci America was Domenico De Sole, a former lawyer who helped oversee Maurizio’s takeover of ten 1987 and 1989. The last addition to the creative team, which already included designers from Geoffrey Beene and Calvin Klein, was a young designer named Tom Ford.

Raised in Texas and New Mexico, he had been interested in fashion since his early teens but only decided to pursue a career as a designer after dropping out of Parsons School of Design in 1986 as an architecture major. Dawn Mello hired Ford in 1990 at the urging of his partner, writer and editor Richard Buckley.

In the early 1990s, Gucci underwent what is now recognized as the poorest time in the company's history. Maurizio riled distributors, Investcorp shareholders, and executives at Gucci America by drastically reining in on the sales of the Gucci Accessories Collection, which in the United States alone generated $110 million in revenue every year. The company’s new accessories failed to pick up the slack, and for the next three years the company experienced heavy losses and teetered on the edge of bankruptcy. Maurizio was a charming man who passionately loved his family's business, but after four years most of the company's senior managers agreed that he was incapable of running the company. His management had had an adverse effect on the desirability of the brand, product quality, and distribution control. He was forced to sell his shares in the company to Investcorp in August 1993. Dawn Mello returned to her job at Bergdorf Goodman less than a year after Maurizio’s departure, and the position of creative director went to Tom Ford, then just 32 years old. Ford had worked for years under the direction of Maurizio and Mello and wanted to take the company’s image in a new direction. De Sole, who had been elevated to President and Chief Executive Officer of Gucci Group NV, realized that if Gucci was to become a profitable company, it would require a new image, and so he agreed to pursue Ford’s vision.

In early 1999 the luxury goods conglomerate LVMH, headed by Bernard Arnault, increased its shareholdings in Gucci with a view to a takeover. Domenico De Sole was incensed by the news and declined Arnault’s request for a spot on the board of directors, where he would have access to Gucci’s confidential earnings reports, strategy meetings, and design concepts. De Sole reacted by issuing new shares of stock in an effort to dilute the value of Arnault’s holdings. He also approached French holding company Pinault-Printemps-Redoute (PPR) about the possibility of forming a strategic alliance. Francois Pinault, the company’s founder, agreed to the idea and purchased 37 million shares in the company, or a 40% stake. Arnault’s share was diluted to a paltry 20%, and a legal battle ensued to challenge the legitimacy of the new Gucci-PPR partnership, with the law firm of Skadden, Arps, Slate, Meagher & Flom representing Gucci. Courts in the Netherlands ultimately upheld the PPR deal, as it did not violate that country's business laws. The second largest shareholder is Crédit Lyonnais with 11%. As of September 2001 a settlement agreement was put into place between Gucci Group, LVMH, and PPR.

Following Ford's departure, Gucci Group retained three designers to continue the success of the company's flagship label: John Ray, Alessandra Facchinetti and Frida Giannini, all of whom had worked under Ford's creative direction. Facchinetti was elevated to Creative Director of Womenswear in 2004 and designed for two seasons before leaving the company. Ray served as Creative Director of Menswear for three years. 32-year-old Giannini, who had been responsible for designing men's and women's accessories, currently serves as Creative Director for the entire brand.

Frida Giannini, formerly Creative Director of accessories, is named sole Creative Director in 2006. In 2009, Patrizio di Marco replaces Mark Lee as CEO of Gucci.

Children's Line

Gucci’s president and chief executive officer Patrizio di Marco revealed that Gucci is set to launch a children’s line in June 2010. The line will initially be unveiled in Italy and to 40 stores around the world. Frida Giannini serves as the creative director of the line. Giannini has been applauded on her fresh, feminine take on contemporary fashion. Born in Rome in 1972 to an architect father and art history professor mother she studied fashion design at Rome's Fashion Academy. Once she completed her education she went on to apprentice at a small-scale fashion house. In 1997 Giannini began a career at fashion house Fendi, where after just three seasons of designing for ready-to-wear she was promoted to designer of leather goods. In 2002 she moved to Gucci as director of handbags, and in 2004 was promoted to designer of all accessories. A year later in 2005 the designer was promoted to creative director of women's ready-to-wear at Gucci, in addition to her role as designer of accessories. In 2006 Giannini was named creative director of the label when she became responsible for design of menswear. In addition to clothing design, she has also developed retail concepts for Gucci stores, and creative control of advertising.

American Motors Corporation

Aldo Gucci expanded into new markets including an agreement with American Motors Corporation (AMC). The 1972 and 1973 AMC Hornet compact "Sportabout" station wagon became one of the first American cars to offer a special luxury trim package created by a famous fashion designer. The Gucci cars sported boldly striped green, red, and buff upholstery and on the door panels, as well as the designer's emblems and exterior color selections. American Motors also offered a Pierre Cardin Edition of its Javelin automobile.

General Motors

In 1979 and 1980, a Miami-based aftermarket company offered the Cadillac Seville by Gucci edition. The exterior included a "facing double G" Gucci logo as a hood ornament and the c-pillar covered vinyl roof. The interior had a headliner of the logo and headrests adorned with the logo as well. The dashboard carried the "Gucci script" logo in bold lettering. Inside the trunk was a full set of Gucci luggage.

Ford Motor Company

A 1989 Gucci Series Lincoln Town Car was scheduled to be offered, per pricing guides, but never came to fruition. Lincoln offered Emilio Pucci, Bill Blass, Gianni Versace, Hubert de Givenchy, and Valentino designer editions during the 1970s and 1980s.

Partnerships

Gucci has had a partnership with UNICEF since 2005. Gucci stores worldwide donate a percentage of the sales for special collections made specifically for UNICEF to go toward the United Nations Children's Fund. The annual Gucci Campaign to Benefit UNICEF supports education, healthcare, protection and clean water programs for orphans and children affected by HIV/AIDS in sub-Saharan Africa. For the campaign in 2009, Michael Roberts promoted a children's book, "Snowman in Africa" with proceeds going to UNICEF. In five years, Gucci donated over $7 million to UNICEF. Gucci is the largest corporate donor to UNICEF's "Schools for Africa" that was established in 2004 by UNICEF, the Nelson Mandela Foundation, and the Hamburg Society. Its goal is to increase access to basic schooling for all, with a special emphasis on children orphaned by HIV/AIDS and children living in extreme poverty.

Record

In 1998 Guinness World Records cites the Gucci "Genius Jeans" as the most expensive pair of jeans in existence. These jeans were distressed, ripped and covered with African beads and were offered for sale for US$3,134 in Milan. This record has since been surpassed.