1. contoh-contoh pelanggaran etika & sanksi hukum yang
berlaku di Indonesia :
Adapun
beberapa hal yang membuat seseorang melanggar etika antara lain:
- Kebutuhan Individu : Kebutuhan seringkali adalah hal
utama yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan pelanggaran, misalnya
seorang anak rela mencuri untuk mendapatkan uang demi untuk membayar uang
tunggakan sekolah. Seorang bapak yang akhirnya tewas digebukin massa gara-gara
mengambil susu dan beras di swalayan untuk menyambung hidup bayi dan
istrinya. Karyawan sebuah pabrik yang bertindak anarkis, karena THR belum
juga dibayarkan, padahal sudah melebihi jadwal yang dietentukan
pemerintah, dan lain-lain
- Tidak Ada Pedoman : Ketika masyarakat dihadapkan pada
persoalan yang belum jelas aturannya, maka mereka melakukan intrepretasi
sendiri atas persoalan yang dialami. Contohnya pembangunan rumah kumuh di
pinggir rel kereta api, di bawah jembatan layang, di tanah kosong. Hal ini
dikarenakan belum adanya perda ataupun ketentuan mengikat yang memberikan
kejelasan bahwa daerah tersebut tidak boleh ditempati dan dibangun
pemukiman liar. Sehingga masyarakat mengitrepretasikan, bahwa lahan kosong
yang tidak digunakan boleh dibuat tempat tinggal, apalagi mereka bagian
dari warga Negara. Sehingga pada saat tiba waktunya untk membersihkan,
maka sudak terlalu komplek permasalahannya dan sulit dipecahkan.
- Perilaku dan Kebiasaan
Individu : kebiasaan yang terakumulasi dan tidak dikoreksi akan dapat
menimbulkan pelanggaran. Contohnya; anggota DPR yang setiap menelurkan
kebijakan selalu ada komisi atau uang tips, ataupu ada anggota yang tidup
pada saat sidang berlangsung. Hal demikian ini salah dan keliru.
Namunkarena teklah dilakukan bertahun-tahun, dan pelakunya hampir
mayoritas, maka perilaku yang menyimpang tadi dianggap biasa, tidak ada
masalah.
- Lingkungan Yang Tidak
Etis: Lingkungan yang memiliki daya dukung moral yang buruk, akan mampu
membuat seseorang menjadi menyimpang perilakunya untuk tidak taat terhadap
pedoman yang berlaku. Contonya seorang residivis kambuhan, yang selalu
keluar masuk penjara. Dalam penjara yang notabene merupakan tempat yang kurang
baik, maka mempebgaruhi pola pikir seseorang. Sehingga setiap kali dia
masuk penjara, ketika keluar telah memiliki informasi, keahlian,
ketrampilan yang baru untuk dapat menyempurnakan tndakan kejahannya.
- Perilaku Orang yang
Ditiru: Dalam hal ini, ketika seseorang melakkan pelanggaran terhadap
etika, dapat juga karena dia mengimitasi tindakan orang yang dia pandang
sebagai tauladan. Seoarng anak yang setiap hari melihat ibunya dipukuli
oleh bapaknya, maka bisa jadi pada saat dalam pergaulan, si anak cenderung
kasar baik dalam perkataan ataupun perbuatan. Dan itu semua dia dapatkan
dari pengamatan dirumah yang dilakuakan oleh bapaknya.
Sanksi Pelanggaran Etika:
- Sanksi Sosial : Sanksi
ini diberikan oleh masyarakat sendiri, tanpa melibatkan pihak berwenang.
Pelanggaran yang terkena sanksi sosial biasanya merupakan kejahatan kecil,
ataupun pelanggaran yang dapat dimaafkan. Dengan demikian hukuman yang
diterima akan ditentukan leh masyarakat, misalnya membayar ganti rugi dsb,
pedoman yang digunakan adalah etika setempat berdasarkan keputusan
bersama.
- Sanksi Hukum : Sanksi ini
diberikan oleh pihak berwengan, dalam hal ini pihak kepolisian dan hakim.
Pelanggaran yang dilakukan tergolong pelanggaran berat dan harus diganjar
dengan hukuman pidana ataupun perdata. Pedomannya suatu KUHP.
Sebagian besar media pers
nasional, tidak terkecuali media arus utama (mainstream) yang
bergengsi, melanggar privasi dalam penyajian beritanya. Medan, WASPADA
Online
Sebagian besar media pers
nasional, tidak terkecuali media arus utama (mainstream) yang bergengsi,
melanggar privasi dalam penyajian beritanya. Media pers semata mencari
sensasional dan tidak disadarinya telah merugikan publik. Permasalahan ini
dinilai bentuk pelanggaran kode etik jurnalistik wartawan Indonesia
yang baru, menuntut wartawan menempuh cara yang profesional termasuk
menghormati hak privasi atau masalah kehidupan pribadi orang.
Demikian terungkap dalam
Seminar Sehari "Etika Privasi dan Pengaduan Publik" diadakan oleh
Lembaga Pers Dr. Sutomo bekerjasama dengan Exxon Mobil di Madani Hotel Medan,
Rabu (5/12), dengan pembicara pengajar LPDS Atmakusamah Astraatmadja,
Sekretaris Eksekutif Dewan Pers Lukas Luwarso, Ketua PWI Sumut H.A. Muchyan
AA, Direktur Eksekutif Yayasan Kajian Informasi, Pendidikan dan Penerbitan
Sumatera (KIPPAS) J Anto dimoderatori Warief Djajanto juga pengajar LPDS.
Atmakusamah yang juga ketua Dewan Pengurus Voice of Human Right (VHR)
News Centre di Jakarta, dalam seminar itu, mengatakan bentuk pelanggaran
etika privasi yang kerap dilakukan media pers antara lain pers membuat nama
lengkap, identitas dan foto anak di bawah umur (di bawah 16 tahun) yang
melakukan tindak pidana, pasangan bukan suami istri yang berkencan terkena
hukuman cambuk seperti terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan pelaku tindak
kejahatan serta aborsi.
Menurut Atmakusumah, hubungan
intim dan aborsi termasuk masalah privasi sepanjang peristiwa itu tidak
terjadi tindak kekerasan karena dalam etika pers, aborsi juga termasuk dalam
kategori perawatan kesehatan dan pengobatan. Kategori privasi lainnya adalah
kelahiran, kematian dan perkawinan yang pemberitaannya harus memperoleh izin
dari subjek berita yang bersangkutan dari keluarganya. Atmakusumah
menyayangkan, pelanggaran kode etik ini banyak dilakukan media arus utama
yang telah merugikan publik.
Contoh kasus, katanya, di
Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) secara sensasional media pers
membuat foto, nama lengkap dosen dan mahasiswa yang melakukan hubungan intim
termasuk mahasiswa yang melakukan aborsi. Selain itu, hukum cambuk bagi bukan
suami istri berkencan di NAD disiarkan foto dan identitasnya. Sangat sedikit
media berusaha menghindari pelanggaran etika dalam pemberitaan itu.
"Seharusnya berita IPDN dan pelanggaran qanun khalwat disiarkan sanksi
pelanggarannya saja tanpa menyiarkan identitas dan foto mereka,"
katanya.
900 Pengaduan
Sementara Lukas Luwarso
mengatakan, dampak pelanggaran kode etik jurnalistik, Dewan Pers menangani
900 pengaduan masyarakat selama 2000-2007. Dewan Pers telah menyelesaikan
pengaduan itu dengan menyurati media pers berisi imbauan dan saran.
Selain itu, lanjutnya, Dewan
Pers yang fungsinya hanya sebagai mediator jika musyawarah tidak tercapai
antara publik dan media pers, pernyataan penilaian dan rekomendasi (PRR)
dikeluarkan. Lukas tidak
sependapat dikatakan Dewan Pers pasif menangani sengketa pers. Alasannya
memang fungsi Dewan Pers menangani persoalan-persoalan etika pers sesuai UU
No 40 tahun 1999. Jika ingin pengawasan terhadap pemberitaan lebih maksimal,
Lukas lebih setuju dibentuk komisi.
Menjadi hal lumrah
Ketua PWI Sumut HA Muhyan AA mengatakan, khusus di Sumut pelanggaran
etika jurnalistik seperti hal yang lumrah. Dia juga memampangkan beberapa
contoh berita dan foto sadis yang diterbitkan media lokal dan mendapat perhatian
serius dari pembicara dan Dewan Pers.
Menurut Muhyan, pelanggaran UU No 40 tahun 1999 tentang pers dan kode
etik jurnalistik disebabkan beberapa faktor yakni lemahnya sanksi hukum
terhadap media dan wartawan yang terbukti melanggar hukum, lemahnya pengawasan
Dewan Pers, organisasi pers dan masyarakat atas pelanggaran kode etik,
lemahnya pemahaman atas UU No 40 tahun 1999 tentang pers dan kode etik, tidak
adanya standarisasi profesi, penerbitan dan organisasi kewartawanan. Rendahnya
kesejahteraan wartawan juga salah satu faktor.
|
Seorang dosen yang mengajar sambil merokok, padahal perguruan tinggi
tersebut sudah menerapkan aturan pemerintah mengenai area bebas merokok berarti
melanggar hukum positif sekaligus melanggar etika perguruan tingginya. Dalam
dunia periklanan, sangat disayangkan (pendapat pribadi penulis) bahwa kondisi
teoritis antara etika dan hukum positif tersebut sudah sangat kacau balau. Banyak
undang-undang di Indonesia yang mengacau balaukan antara area cakupan etika dan
area cakupan hukum positif. Salah satu contoh yang dapat disajikan di sini
adalah kutipan dari UU RI No. 8/1999, tentang Perlindungan Konsumen pasal 17
ayat 1 yang berbunyi: ”Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang
melanggar etika dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai periklanan.”
Ya, pelanggaran etika periklanan
di Indonesia
dapat dikenakan sanksi hukum positif (dalam UU RI No. 8/1999 tercantum pada
pasal 62 ayat 2 berupa ”pidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta Rupiah)”). Praktek KKN
(Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di Indonesia tergolong cukup tinggi.
Contoh di bidang perbankan khususnya, keberadaan UU No. 10 Tahun 1998 ternyata
tidak cukup ampuh menjerat atau membuat jera para pelaku KKN. Dari data yang
ada , diketahui ada beberapa kasus yang cukup mencolok dengan nominal kerugian
negara yang cukup besar.
Sebutlah kasus penyelewengan dana
BLBI yang sampai saat ini sudah berlangsung hampir 10 tahun tidak selesai. Para tersangka pelakunya masih ada yang menghirup udara
bebas, dan bahkan ada yang di vonis bebas dan masih leluasa menjalankan
aktivitas bisnisnya. Yang lebih parah lagi, terungkap juga bukti penyuapan yang
melibatkan salah satu pejabat Jampidsus baru- baru ini. Kasus perbankan lain
yang cukup menarik perhatian masyarakat adalah LC fiktif yang merugikan Negara
sampai 1.7 Triliun, jumlah uang yang cukup fenomental jika dilihat dari jumlah
pelaku yang beberapa gelintir saja. Ini lebih besar dari laba bersih setahun
yang bisa diraih BNI tahun 2004.
Peraturan yang mengatur bisnis
perbankan sudah cukup lengkap. Sebut saja UU No. 10 Tahun 1998 yang merupakan
penyempurnaan dari UU No.7 Tahun 1992, sudah sedemikian detail mengatur tentang
segala definisi pelanggaran perbankan beserta sanksi yang diancamkan. Sistem
audit baik Internal maupun eksternal juga sudah sedemikian lengkap mengatur
pengawasan operasional perbankan. Namun masih saja bisa di cari-cari celah
untuk melakukan penyimpangan.
2. Kelebihan & kekurangan
Eudemonisme :
- Kata
‘eudemonisme’ berasal dari kata yunani ‘eudaimonia’ yang secara harafiah
berarti : mempunyai roh pengawal (demon) yang baik, artinya mujur dan
beruntung.
- Eudemonisme
adalah menggambarkan perasaan senang terhadap diri sendiri maupun terhadap
lingkungan, sebagai akibat pengetahuan mengenai penyelarasan diri. Orang
yang telah mencapai tingkatan ‘eudemonia’ mempunyai keinsyafan akan
kepuasan yang sempurna tidak hanya jasmani, melainkan juga secara rohani.
Pemahaman ini terjelma dalam sistem2 yang telah lanjut perkembangannya,
namun juga sebagai keyakinan bahwa manusia hidup di dunia untuk
berbahagia. Mereka mencari tujuan hidup pada keadaan2 yang terdapat dalam
dirinya sendiri, yang tidak ia kuasai atau hanya sebagian kecil yang
dikuasainya.
Menurut faham Eudemonisme : baik
adalah jika tindakan yang dilakukan sesuai dengan tujuannya. Buruk adalah jika
tindakan yang dilakukan menyimpang dari tujuannya. Semua tindakan manusia
mempunyai tujuan namun tujuan tersebut bukanlah tujuan akhir. Dari setiap
tujuan tersebut ada tujuan yang paling tinggi yaitu untuk mencapai kebahagiaan.
Kebahagiaan inilah yang merupakan tujuan akhir tindakan manusia.
Eudemonisme menegaskan setiap
kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan tujuan manusia adalah kebahagiaan.
Selanjutnya utilitarisme, yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan
kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau
melindungi apa yang disebut hak-hak kodrati
Eudemonisme : pandangan
etika normatif yang menganggap bahwa kebahagiaan sebagai satu-satunya yang baik
demi dirinya sendiri. Adapun kebahagiaan (eudamonia) adalah keadaan dimana
seluruh bakat,kemampuan, potensi, dimensi manusia sudah berekembang penuh atau
paripurna.
Kaidah eudamonisme :
Bertindaklah sedemikian rupa sehinga engkau mencapai kebahagiaan yang sebesar
mungkin. Manusia mencapai kebahagiaan menurut Aristoteles lewat theorea
(merenungkan realitas secara mendalam) dan praksis (keterlibatan dalam
hidup berpolis)
1.
Tanggapan atas teori etika pengembangan diri.
+ mengatasi hedonisme dengan
menekan pemenuhan berbagai kecakapan/dimensi yang plural
- kebahagian yang dicari-cari
secara obsesif akan jatuh ke dalam egoisme. Perspektif eudamonisme masih
berpuat pada kebahagiaan diri sendiri.
- Orang lain belum dianggap
sebagai person yang merupakan tujuan pada dirinya sendiri, melainkan hanya
sarana untuk/sejauh membantu mencapai tujuan kebahagiaanku.
3. Sebutkan etika khusus yang ada dimasyarakat :
Etika khusus ialah penerapan moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus
misalnya olah raga, bisnis, atau profesi tertentu. Dari sinilah nanti akan
lahir etika bisnis dan etika profesi (wartawan, dokter, hakim, pustakawan, dan
lainnya). Kemudian etika khusus ini dibagi lagi menjadi etika individual dan
etika sosial.
a. Etika Individu
Etika individual ini adalah etika yang berkaitan dengan kewajiban dan sikap
manusia terhadap dirinya sendiri, misalnya:
1) Memelihara
kesehatan dan kesucian lahiriah dan batiniah.
2) Memelihara
kerapian diri, kamar, tempat tingggal, dan lainnya.
3) Berlaku tenang
4) Meningkatkan ilmu
pengetahuan.
5) Membina
kedisiplinan , dan lainnya.
b. Etika sosial
Etika social adalah etika yang
membahas tentang kewajiban, sikap, dan pola perilaku manusia sebagai anggota
masyarakat pada umumnya. Dalam hal ini menyangkut hubungan manusia dengan
manusia, baik secara individu maupun dalam kelembagaan (organisasi, profesi,
keluarga, negara, dan lainnya).Etika sosial yang hanya berlaku bagi kelompok
profesi tertentu disebut kode etika atau kode etik.
Perlu diperhatikan bahwa etika
individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan tajam,
karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai anggota umat manusia
saling berkaitan. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik
secara langsung maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap
kritis terhadap pandangan-pandangana dunia dan idiologi-idiologi maupun
tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup.
Dengan demikian luasnya lingkup
dari etika sosial, maka etika sosial ini terbagi atau terpecah menjadi banyak
bagian atau bidang. Dan pembahasan bidang yang paling aktual saat ini adalah
sebagai berikut :
1. Sikap terhadap sesama
2. Etika keluarga
3. Etika profesi
4. Etika politik
5. Etika lingkungan
6. Etika idiologi