Revolusi putih sebagai cita-cita mewujudkan kecerdasan bangsa wajib untuk dilaksanakan. Senyampang persoalan tingkat konsumsi yang masih rendah, preferensi masyarakat akan jenis susu juga menuntut koreksi. Lebih dari 80% warga dunia mengkonsumsi susu dalam bentuk cair, dan dipastikan
Susu adalah minuman alami, kaya akan nutrisi yang sulit ditandingi. Dalam budaya Arab, ia diistilahkan sebagai minumannya para nabi. Ini antara lain karena tak kurang, Muhammad, nabinya umat muslim menyebut susu sebagai minuman paling utama dan dianjurkan mengkonsumsinya setiap hari. Sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim, logikanya
Tingkat konsumsi susu masyarakat
“Lebih dari 80% warga dunia mengkonsumsi susu dalam bentuk segar, yang
Titik Lemah Susu Bubuk
Menurut Dedi, susu bubuk hasil pengolahan pabrik yang banyak beredar di pasaran, bahan
Ditemui terpisah, Ali Khomsan pakar gizi dari IPB tidak sepenuhnya sependapat dengan pandangan tersebut. Menurutnya, secara gizi, susu bubuk memiliki kandungan nutrisi yang tidak berbeda dengan susu segar. Ahli nutrisi di industri pengolahan sudah menghitung imbangan nutrisi di dalamnya. Ia membenarkan, selama proses pengolahan beberapa zat seperti vitamin yang rentan dengan panas akan rusak. Tetapi untuk mengimbanginya, pabrikan memberikan imbuhan vitamin pengganti, dan beberapa unsur lainnya, sebagai pengganti nutrisi yang tereduksi sepanjang pengolahan. Secara prinsip, tak ada masalah dalam soal kandungan gizi sepanjang kaidah dan prosedur penyajian dipenuhi konsumen.
Masih menurut Ali, kegunaan utama susu adalah sebagai sumber kalsium, sementara nutrisi lain seperti protein dan vitamin dimiliki beberapa pangan hewani lainnya dengan kadar lebih tinggi. “Jadi susu merupakan sumber utama kalsium, zat ini yang utama dari susu,” jelasnya. Dari segelas susu terkandung 300 mg kalsium. Dan sebagaimana juga disebut dalam sebuah jurnal ilmiah keluaran Amerika, baik susu segar, susu rendah lemak (1%) dan susu tanpa lemak memiliki kandungan kalsium yang setara. Sehingga tak ada yang kurang dari susu rendah lemak, kecuali lemaknya. (lihat tabel).
Kalsium (mg) Kalories Lemak (g)
Bebas lemak/Skim 300 90 0
Rendah lemak (1%) 300 100 2.5
Kurang lemak (2%) 300 120 5
Susu utuh (3.25%) 300 150 8
Susu coklat rendah lemak (1%) 290 160 2.5
Kendati demikian, Ali menunjuk, konsumsi susu bubuk memiliki titik kelemahan utama dalam standar penyajian. Terdapat beberapa titik kritis yang berpotensi menjadikan segelas susu siap minumnya tidak ekuivalen dengan susu segar. Kesalahan penyajian dapat disebabkan karena tingkat pemahaman konsumen yang masih kurang, atau dapat pula disebabkan kesengajaan. Dengan alasan ngirit, tidak jarang para pengguna susu bubuk mengurangi takaran sebagaimana mestinya. “Yang dianggap susu, asal warnanya putih sudah cukup. Padahal konsentrasi bersifat mutlak,” tandas Ali. Belum lagi soal higienitas yang kerap menjadi kendala dalam penyajian. Tingkat kepedulian masyarakat
Ali pun sepenuhnya sangat mendukung upaya minum susu cair. “Budaya minum susu masyarakat harus diubah secara gradual,” ujar Ali. Tak hanya alasan susu bubuk memiliki nilai minus sebagaimana dijelaskannya, tapi juga karena minum susu segar akan memberikan keuntungan dari aspek harga. Selama ini susu oleh sebagian masyarakat masih dianggap sebagai barang mewah sehingga tak terbeli. Itu karena yang ada dalam alam bawah sadar adalah susu olahan yang tersedia di pasaran dalam kemasan mahal. Tidak demikian apabila susu segar. Susu segar dipastikan lebih terjangkau.
Ketua Dewan Persusuan, Teguh Boediyana memberikan informasi cara pembandingan harga susu bubuk dengan susu segar. Dikatakannya, 1 kg susu bubuk setara 8 liter susu segar, maka susu bubuk dalam kemasan boks 800 gram setara 6,4 liter. Dengan harga berkisar Rp 48 ribu/boks dapat dihitung per liter setara susu segarnya senilai Rp 7.500. Sementara saat ini harga susu di tingkat koperasi yang diserap IPS Rp 3.600 untuk TS 12% (kualitas bagus). Hitungan ini menggambarkan harga susu bubuk per liter setara susu segarnya dua kali lipat harga beli susu segar langsung di peternak. Dengan harga susu yang lebih terjangkau, konsumsi susu akan lebih merata ke lapisan yang selama ini tak tersentuh. Pada gilirannya, budaya konsumsi susu segar akan mendorong peningkatan asupan susu secara nasional. Jadi kampanye minum susu segar bagi Ali lebih pada alasan untuk mendongkrak tingkat konsumsi, bukan alasan gizi.
Menciptakan Pasar Alternatif
Mengubah budaya tidaklah gampang, diperlukan usaha yang tidak mudah dan murah. “Perlu komitmen banyak pihak untuk mengubah mindset ini. Dan penghela utama tidak-bisa-tidak harus pemerintah!” kembali Dedi yang juga Ketua GKSI Jawa Barat menekankan. Terlebih harus berhadapan dengan gencarnya promosi iklan susu bubuk di berbagai media masa. “Citra susu olahan demikian tinggi dipoles di iklan media
Langkah pertama yang paling mungkin dan beralasan dilakukan adalah mengenalkan minum susu segar tersebut pada anak-anak sekolah. “Kelompok ini harus dibiasakan minum susu segar atau susu cair,” ujar Dedi yang juga dikemukakan Ali. Keduanya menyampaikan, yang dimaksud dengan susu segar atau susu cair adalah susu pasteurisasi dan susu UHT (Ultra High Temperatur) yang banyak ditemui di pasaran. Sedikit berbeda, Dedi menyebut satu lagi, susu sterilisasi. Tapi menurut Ali secara prinsip sterilisasi dan UHT sama.
Memproduksi susu cair tidaklah sulit, demikian Dedi yakin. Semua koperasi primer mampu memproduksi susu cair, “Masalahnya, pasarnya masih kecil karena faktor budaya tadi.” Maka gagasan sebuah program yang memiliki dampak terciptanya pasar menjadi keniscayaan. “Pemerintah membentuk captive market, koperasi menyediakan produk,” ia mengutarakan gagasan. Ia mengusulkan gerakan minum susu di anak sekolah misalnya PMTAS (Program Makanan Tambahan untuk Anak Sekolah) makin digiatkan. “Membiasakan seminggu sekali minum susu, dengan dana dari pemerintah, jadi solusi cerdas,” ujar Ali senada.
Dana bisa saja dari departemen pendidikan, atau departemen kesehatan atau departemen sosial. Dedi menambahkan, program ini hanya bersifat sementara. “Dua tahun saja misalnya, setelah itu anak akan terbiasa atau ketagihan susu dan dengan sukarela menggunakan uang jajannya untuk membeli susu cair,” jabar Dedi. Yang terjadi selama ini, anak-anak tak terbiasa saban hari minum susu cair di tengah aktivitasnya bermain atau bersekolah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar