profil

Minggu, 07 November 2010

Dampak yang bisa membuat perubahan iklim

Hubungan efek Rumah Kaca Pemanasan Global dan Perubahan Iklim

Secara umum iklim sebagai hasil interaksi proses-proses fisik dan kimiafisik parameternya, seperti suhu, kelembaban, angin, dan pola curah hujan yang terjadi pada suatu tempat di muka bumi. Untuk mengetahui kondisi iklim suatu tempat, menurut ukuran internasional diperlukan nilai rata-rata parameternya selama kurang lebih 30 tahun. Iklim muncul akibat dari pemerataan energi bumi yang tidak tetap dengan adanya perputaran/revolusi bumi mengelilingi matahari selama kurang lebih 365 hari serta rotasi bumi selama 24 jam. Hal tersebut menyebabkan radiasi matahari yang diterima berubah tergantung lokasi dan posisi geografi suatu daerah. Daerah yang berada di posisi sekitar 23,5 LU – 23,5 LS, merupakan daerah tropis yang konsentrasi energi suryanya surplus dari radiasi matahari yang diterima setiap tahunnya.


Sebagaimana dilaporkan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) atau Panel yang berisi para ahli dunia, menyatakan iklim bumi telah berubah yang disampaikan secara resmi pada KTT bumi di tahun 1992 di Rio de Janeiro Brasil, hingga diadopsinya Konvensi Perubahan Iklim Bangsa-bangsa (United Nations Framework Convention on Climate Change-UNFCCC), dan Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut melalui Undang-undan Nomer 6 Tahun 1994.


Pertanyaannya adalah kenapa terjadi perubahan iklim global? Karena dampak pemanasan global. Bagaimana terjadinya pemanasan global sebab adanya efek rumah kaca yang berlebihan (lebih dari kondisi normal) di atmosfer bumi, sebagai akibat terganggunya komposisi gas-gas rumah kaca (GRK) utama seperti CO2 (Karbon dioksida),CH4(Metan) dan N2O (Nitrous Oksida), HFCs (Hydrofluorocarbons), PFCs (Perfluorocarbons) and SF6 (Sulphur hexafluoride) di atmosfer.


Darimanakah gas-gas tersebut dapat dihasilkan? GRK dapat dihasilkan baik secara alamiah maupun dari hasil kegiatan manusia. Namun sebagian besar yang menyebabkan terjadi perubahan komposisi GRK di atmosfer adalah gas-gas buang yang teremisikan keangkasa sebagai “hasil sampingan” dari aktifitas manusia untuk membangun dalam memenuhi kebutuhan hidupnya selama ini. Dimulai sejak manusia menemukan teknologi industri pada abad 18, banyak menggunakan bahan bakar primer seperti minyak bumi, gas maupun batubara untuk menghasilkan energi yang diperlukan. Energi dapat diperoleh, kalau minyak itu dibakar lebih dahulu, dari proses pembakaran tersebut keluarlah gas-gas rumah kaca.


Aktifitas-aktifitas yang menghasilkan GRK diantarnya dari kegiatan perindustrian, penyediaan energi listrik, transportasi dan hal lain yang bersifat membakar suatu bahan. Sedangkan dari peristiwa secara alam juga menghasilkan/ mengeluarkan GRK seperti dari letusan gunung berapi, rawa-rawa, kebakaran hutan, peternakan hingga kita bernafaspun mengeluarkan GRK. Selain itu aktifitas manusia dalam alih guna lahan juga mengemisikan GRK.


Bagaimana GRK berperan dalam efek rumah kaca dan merubah iklim bumi? Mekanismenya kurang lebih dapat dijelaskan sebagai berikut: "atmosfer," adalah lapisan dari berbagai macam gas yang menyelimuti bumi, dan merupakan mesin dari sistem iklim secara fisik. Ketika pancaran/radiasi dari matahari yang berupa sinar tampak atau gelombang pendek memasuki atmosfer, beberapa bagian dari sinar tersebut direfleksikan atau dipantulkan kembali oleh awan-awan dan debu-debu yang terdapat di angkasa, sebagian lainnya diteruskan ke arah permukaan daratan. Dari radiasi yang langsung menuju ke permukaan daratan sebagian diserap oleh bumi, tetapi bagian lainnya “dipantulkan” kembali ke angkasa oleh es, salju, air, dan permukaan-permukaan reflektif bumi lainnya. Proses pancaran sinar matahari dari angkasa menembus atmosfer sampai menuju permukaan bumi hingga dapat kita rasakan suhu bumi menjadi hangat disebut efek rumah kaca (ERK) Tanpa ada efek rumah kaca di sistem ikim bumi, maka bumi menjadi tidak layak dihuni karena suhu bumi terlalu rendah (minus).


Istilah efek rumah kaca, diambil dari cara tanam yang digunakan para petani di daerah iklim sedang (negara yang memiliki empat musim). Para petani biasa menanam sayuran atau bunga di dalam rumah kaca untuk menjaga suhu ruangan tetap hangat. Kenapa menggunakan kaca/bahan yang bening? Karena sifat materinya yang dapat tertembus sinar matahari. Dari sinar yang masuk tersebut, akan dipantulkan kembali oleh benda/permukaan dalam rumah kaca, ketika dipantulkan sinar itu berubah menjadi energi panas yang berupa sinar inframerah, selanjutnya energi panas tersebut terperangkap dalam rumah kaca. Demikian pula halnya salah satu fungsi atmosfer bumi kita seperti rumak kaca tersebut.


Dari penjelasan di atas dapat kita mengerti bagaimana mekanisme terjadinya efek rumah kaca di bumi. Lalu bagaimana keterkaitan antara efek rumah kaca, pemanasan global dan perubahan iklim? Secara sederhana dijelaskan sebagai berikut sinar matahari yang tidak terserap permukaan bumi akan dipantulkan kembali dari permukaan bumi ke angkasa. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, sinar tampak adalah gelombang pendek, setelah dipantulkan kembali berubah menjadi gelombang panjang yang berupa energi panas (sinar inframerah), yang kita rasakan. Namun sebagian dari energi panas tersebut tidak dapat menembus kembali atau lolos keluar ke angkasa, karena lapisan gas-gas atmosfer sudah terganggu komposisinya (komposisinya berlebihan). Akibatnya energi panas yang seharusnya lepas keangkasa (stratosfer) menjadi terpancar kembali ke permukaan bumi (troposfer) atau adanya energi panas tambahan kembali lagi ke bumi dalam kurun waktu yang cukup lama, sehingga lebih dari dari kondisi normal, inilah efek rumah kaca berlebihan karena komposisi lapisan gas rumah kaca di atmosfer terganggu, akibatnya memicu naiknya suhu rata-rata dipermukaan bumi maka terjadilah pemanasan global. Karena suhu adalah salah satu parameter dari iklim dengan begitu berpengaruh pada iklim bumi, terjadilah perubahan iklim secara global.


Emisi Roket Bisa Picu Perubahan Iklim

JAKARTA, KOMPAS.com - Keinginan manusia untuk mengunjungi ruang angkasa bisa menimbulkan dampak buruk. Berdasarkan penelitian terbaru, karbon hitam yang diemisikan oleh roket bisa berpengaruh pada perubahan iklim secara global dalam beberapa dekade mendatang. Para peneliti itu mempublikasikan hasil penelitiannya di Jurnal Geophysical Research Letter, yang terbit Oktober 2010.


Berdasarkan pada hasil penelitian itu, jelaga yang diemisikan oleh roket akan terakumulasi di ketinggian 40 km, tiga kali lebih tinggi dari ketinggian penerbangan pesawat penumpang. Tak seperti jelaga pesawat penumpang yang diemisikan di lapisan bawah atmosfer dan akan segera terurai dalam hitungan minggu, jelaga yang diemisikan oleh roket akan tetap bertahan di lapisan atmosfer yang tinggi, yaitu stratosfer.


Jelaga yang tertahan akan menghalangi sinar matahari yang memasuki bumi. Pada akhirnya, hal itu akan berpengaruh pada perubahan iklim secara global. "Respon pada perubahan iklim pada emisi karbon hitam dalam jumlah yang relatif kecil sangat mengejutkan," ungkap Michael Mills, peneliti dari National Center of Atmospheric Research (NCAR), Boulder, Colorado. Emisi di satu titik saja akan berpengaruh pada iklim dalam cakupan yang luas.


Menggunakan model komputer dari atmosfer bumi, para ilmuwan itu membuktikan bahwa temperatur bagian bumi yang berada di bawah lapisan jelaga akan menurun sebesar 0,7 derajat Celsius, sementara Antartika (kutub selatan) akan memanas 0,8 derajat Celsius. Sementara itu, wilayah khatulistiwa akan kehilangan 1 persen ozon dan daerah kutub akan memiliki tambahan ozon sebesar 10 persen. Efek global dari hal tersebut adalah meningkatnya jumlah panas matahari yang tertahan di atmosfer. Itu artinya, jelaga tersebut berkontribusi pemanasan global.


Studi sebelumnya yang dilakukan Martin Ross dari Aerospace Corporation in Los Angeles, California pada tahun 2009 mengungkapkan bahwa jelaga roket berbahaya karena langsung dikeluarkan di lapisan stratosfer, tempat dimana ozon berada. Lewat hasil studi ini, ia berharap dapat mengkoordinasikan para ilmuwan, insinyur dan pemilik bisnis penerbangan roket ruang angkasa agar dapat mendiskusikan hal ini. Ross dan timnya mendasarkan prediksi mereka pada perkembangan bisnis penerbangan roket ruang akasa pada tahun 2020. Penerbangan roket saat ini mengemisikan sepersepuluh dari jumlah yang digunakan untuk dalam penelitian ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar